Rabu, 06 Januari 2010

Sebuah perbuatan akan bercahaya bila berbahan bakar keikhlasan

SEORANG kawan senang betul salat sunnah kalau ia berada di kota lain. Memang, Rasulullah mengatakan bahwa jika kita bepergian jauh, begitu sampai di tempat tujuan segera menegakkan salat sunnah dua rakaat. Itu merupakan tanda syukur kita sudah sampai dengan selamat.

Suatu hari dia pergi ke satu tempat. Sebagaimana biasa, ia mencari masjid atau musala. Layaknya orang yang mau salat, kawan ini mencari toilet dan tempat wudu. Tapi, langkah dia tiba-tiba terhenti saat melihat seseorang yang sepertinya dikenali. Sebut saja bernama Fulan, kawan SMP yang sangat pintar.

Untuk sementara dia tertegun. "Tidak salahkah penglihatanku?" tanyanya pada diri sendiri. Fulan yang tengah membersihkan toilet dan tempat wudhu itu diamati beberapa saat. Pria itu berbaju khas merbot masjid; kaosan, celana buntung, dengan peci haji yang didongakkan ke belakang kepala.

Fulan tengah mengepel.

"Assalamualaikum...," sapa dia dengan hati-hati, khawatir salah mengenali seseorang. Ternyata penglihatannya tidak salah. Yang di depan mata benar-benar Fulan, kawan dia. Fulan juga mengenali diri dia, dan menanyakan urusan datang ke kota ini.

Masih di koridor tempat wudu masjid tersebut, kawan ini melanjutkan pertanyaan, "Kenapa Fulan hanya jadi merbot masjid? Dan, kenapa mau?" Yang ditanya tersenyum. "Memangnya ada yang salah dengan kerjaan ini? Kan, bagus. Dengan saya menjadi merbot, masjid ini jadi bersih. Kalau bersih, kan yang shalat jadi senang. Betah. Akhirnya saya pun dapat pahalanya," ujar Fulan.

"Tapi, penghasilannya kan tidak sepadan. Lagian Fulan kan dulu pintar. Cerdas. Sangat cerdas malah. Selalu ranking. Kok, kayaknya gimana, gitu ....?"

Fulan kembali tersenyum, dengan tangan kiri tetap mengelap sisi pinggir tempat wudu.
"Gimana kalau Fulan ikutan sama saya?"
"Maksudnya?"
"Ya, kerja sama saya. Fulan bisa saya gaji lebih besar dari penghasilan sebagai merbot ini. Ngomong-ngomong jadi merbot digaji nggak?"
"Nggak."
"Wuah, apalagi nggak. Sudah kerja sama saya saja. Pendidikan terakhir?"
"Sarjana elektro," katanya.
"Waduh, tambah nggak pantaslah. Masak sarjana elektro jadi merbot. Yang beginian mah, maaf, nggak perlu tamatan elektro. Cukup tamat SD saja. Maaf ya, Mas. Cuma rasanya, gimana gitu saya melihatnya...."
"Ya, sudah," jawab Fulan, "Salat saja dulu. Nanti kita ngobrol lagi. sambil ngopi, biar saya buatkan sekalian."

Kawan ini pun mengambil air wudu, sambil tetap mikirin Fulan.

Kala dia mau mengambil posisi shalat, seorang anak muda yang tampaknya juga merbot masjid bertanya : "Pak Haji, Bapak kenal Pak Haji Fulan, ya?"
"Iya. Dia kawan saya waktu di SMP, dulu...."
"Pak Haji, Pak Haji Fulan itu yang bangun ini masjid. Dia orang kaya di sini...." kata anak muda tersebut dengan datar. "Orangnya baik, Pak.Rendah hati. Sederhana. Padahal amalnya buanyak...."

Tidak berhenti di sini, si anak muda itu pun bercerita bahwa Haji Fulan adalah pengusaha alat-alat listrik dan toko bangunan yang maju. Dia pengusaha daerah yang sangat cinta masjid. Dia mengaku dapat semua keberkahan ini karena sangat menjaga salat berjamaah dan mencintai masjid.

Makanya, kala sukses, dia membangun masjid kecil ini. Begitulah cita-cita dia. Bahkan dia berangan-angan untuk berkhidmat pada hamba-hamba Allah yang shalat di masjidnya. Pelanggan-pelanggannya pun tahu kalau mau mencari Haji Fulan, temui saja di masjid dia.

Masya Allah.
Hati kawan ini tiba-tiba saja merasa malu. Ia telah merendahkan "jabatan" merbot masjid. Apalagi, ternyata Fulan inilah yang berada di balik pembangunan masjid tersebut. Dia berpikir, andai "merbot" tersebut adalah diri dia, dan orang menyangkanya sebagai pembersih masjid, pasti bakal diluruskan, "Maaf, saya lho yang membangun masjid ini. Saya mah kebetulan saja senang membersihkan masjid."

Masya Allah, Fulan adalah sosok lain. Dia justru menyembunyikan amalnya. Ikhlas nian. Kawan ini beristigfar. Tanpa perlu gembar-gembor, Allah sudah membanggakan hamba-hamba-Nya yang ikhlas. Allah yang bangga terhadapnya, dan membuat anak muda tadi berbicara tentang siapa sebenarnya Fulan. Keikhlasannya membuat Fulan bercahaya. Bahkan makin bercahaya.


"... Dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya..." (Q.S. al-A'raf: 29).

(sumber : wisata hati)

==================

Bermimpi ketemu Kanjeng Nabi

Anak kecil itu bercerita pada teman-temannya di tempat pengajian bahwa dirinya mimpi ketemu kanjeng Nabi, semua teman-temannya menyimak serius. Seperti apa kanjeng nabi itu? tanya temannya. anak kecil mengatakan tidak tau bagaimana wajah kanjeng nabi itu, tapi kanjeng nabi itu seperti bapakku sendiri.

anak kecil itu sudah sejak usia lima tahun bapaknya meninggal dunia, dia hidup dibelantara ibukota bersama emaknya. emaknya pemulung, mengais sampah untuk membesarkan anaknya. emaknya tidak bisa mensekolahkan, biar aja nggak sekolah asal dia bisa ngaji dan jadi anak yang sholeh, kata sang emak.

Pernah satu hari anak kecil itu menggambar bulat dengan warna kuning ditengahnya. Emaknya tidak mengerti apa yang sedang digambarnya, kamu lagi gambar matahari ya..? "Nggak mak, aku lagi gambar kanjeng nabi," jawabnya. "Kok bulat kayak matahari?" tanya Emaknya. "Ini bukan matahari mak, ini cahaya yang ada wajah kanjeng nabi." kata anak kecil itu.

Anak kecil itu mempercayai kata ustadznya bahwa jika seseorang bermimpi bertemu dengan kanjeng nabi memang benar-benar bertemu, tidak bisa diserupai oleh setan. Sejak itu seluruh kamarnya ditempeli gambar "matahari" dan ketika dia kangen dengan bapaknya memandangi gambar-gambar itu dan sambil membaca sholawat Nabi.

Setelah sekian puluh tahun anak kecil itu tumbuh dewasa. malam itu sepulang dia mengamen, pada bulan suci ramadhan dihari pertama, dia membawakan gorengan dan sebungkus nasi untuk berbuka puasa bersama emaknya. dikursi sang emak nampak tertidur pulas sambil memeluk selembar kertas gambar "matahari."

Dan (Allah menyuruh) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya ".QS. an-Nisa' (4) : 127


(Sumber : Agussyafii)

==================

Kisah kucing buta

Diceritakan bahwa Ibn Absyadz, pada suatu hari sedang makan bersama orang-orang di sebuah serambi Masjid di Mesir. Tiba-tiba seekor kucing mendekati mereka dan mereka melempar sepotong daging untuk kucing itu. Si kucing menggigit daging itu dengan mulutnya dan menghilang dari hadapan mereka. Namun kemudian kucing itu kembali lagi. Mereka pun memberinya makanan dan kucing itu membawa makanan itu pergi tapi masih saja kembali lagi.

Kejadian itu terulang berkali-kali sehingga orang-orang yang sedang makan menjadi heran. Mereka pikir makanan sebanyak itu tidak mungkin dimakan kucing itu sendiri. Timbul rasa penasaran pada diri mereka, sehingga mereka membuntuti kucing itu kemana ia pergi. Ternyata kucing itu membawa makanan itu naik ke atas tembok masjid, kemudian ia turun ke sebuah lorong di antara reruntuhan tembok. Dalam lorong itu terdapat seekor kucing buta.

Mereka kagum melihat pemandangan itu. Karena itu Absyadz berkata, “Bila terhadap hewan yang bisu ini Allah menundukkan kucing lain untuk mencukupi kebutuhan dan memberinya rizki, maka (sudah barang pasti) Allah tidak akan menelantarkan manusia sepertiku”

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi, melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya….” (Hud, 6)

==================

Cinta Pemungut Daun

Dahulu di sebuah kotadi Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh.

Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia lalu mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.

Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan yang ada sebelum perempuan tua itu datang.

Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya.

“Jika kalian kasihan kepadaku,” kata nenek itu, “Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya.”

Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan seperti biasa. Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup. Sekarang ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu.

“Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai,” tuturnya. “Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya ini tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat dari Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya.”

Kisah yang diceriterakan oleh seorang Kiai Madura, D. Zawawi Imran, ini bisa membuat bulu kuduk kita merinding. Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal di hadapan Allah swt. Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Allah. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat semua alam selain Rasulullah saw?

”Allahumma Shollii Alaa Sayyidina Muhammad wa ‘Alaa Aali Sayyidina Muhammad”

(Sumber: Rindu Rasul, Jalaluddin Rakhmat)